Tiba-tiba Karen berkata, “Kak Ditto jangan marah yah, karena Karen sayang banget ama kak Ditto. Kak Ditto sekarang bisa melihat tubuh Karen yang terlanjang, seberapa lama kak Ditto mau.”.
Aku terdiam sejenak, dan berusaha mengatur napas-ku yang mulai tidak beraturan karena degupan jantung-ku yang semakin lama semakin kencang.
Setelah sedikit tenang, aku memberanikan diri untuk membalik badan-ku agar bisa melihat Karen. Kini posisi Karen duduk di atas perut-ku. Kulihat tubuh Karen yang telah terlanjang dada, dan masih mengenakan celana piyama lengkap. Kulit-nya halus, putih dan lembut. Dada-nya begitu indah, dan warna puting-nya coklat muda. Perut-nya rata. Tidak ada gumpalan lemak sedikit pun yang aku lihat. Darah-ku benar-benar bergejolak saat itu. Aku merasa kagum dengan tubuh-nya yang indah. Wajah Karen terlihat cantik, dan manis dan tersenyum manja dihadapanku. Rambut panjang-nya yang sebatas ketiak terlepas bebas, membuat-nya bertambah anggun.
Aku mulai mendorong lembut tubuh Karen, agar aku bisa duduk bersila di atas ranjang-ku. Kami berdua saling berpandang muka. Aku mencoba untuk tenang, dan mulai mendekati wajah Karen. Secara refleks Karen memejamkan mata-nya seakan-akan mengundang-ku untuk mencium bibir-nya. Kudekatkan wajah-ku, kemudian menempelkan bibir-ku di atas bibir-nya. Tercium kulit wajah-nya yang harum, dan juga halus. Tidak tampak ada jerawat di wajah Karen. Aku kemudian mulai memberanikan diri untuk memainkan bibir-ku menciumi bibir tipis-nya. Karen meresponse ciuman dan lumatan bibir dan lidah-ku. Kami berdua sedang melakukan French kiss di atas ranjang-ku.
Tak lama kemudian, aku mencoba merebahkan tubuh Karen di atas ranjang. Karen pasrah dan tidak melawan sedikit pun. Napas kami mulai memburu. Kedua tangan Karen membelai lembut rambut kepalaku, dan aku membalasnya dengan membelai rambut-nya pula. Hampir lima menit lama-nya kami melakukan French kiss. Aku semakin berani, dan ingin mencoba untuk menjelajahi bagian tubuh Karen yang lain. Pertama-tama tangan kanan-ku turun menuju pipi Karen, kemudian turun kebawah menuju leher-nya. Bibir-ku masih tetap beradu dengan bibir Karen. Ketika jari-jemari tangan kanan-ku mendarat di dada kiri Karen, badan Karen sedikit tersentak dan Karen mengeluh lembut. Karen tidak menolak dan membiarkan jari-jemari tangan-ku meremas lembut payudara kiri-nya. Napas Karen mulai tidak menentu, dan Karen banyak mengeluh kecil. Napas-nya terengah-engah, dan eluhan lembut-nya membuat-ku semakin bersemangat dalam napsu.
Kulepas bibir-ku dari bibir-nya, dan kami saling bertatap muka.
Dengan wajah yang sayu dan lembut, Karen berkata, “Kak Ditto, Karen sayang banget ama kak Ditto.”.
Aku tersenyum pada-nya, dan Karen membalas senyuman-ku.
Sekarang bibir-ku mencium pipi kanan-nya, kemudian mencium kening-nya, turun lagi ke pipi kiri-nya. Kucium dan sesekali aku jilat lembut telinga kanan-nya, kemudian turun menuju daerah leher. Karen semakin mengeluh lembut, dan kadang-kadang mendesah dengan nada yang sedikit keras. Semakin Karen mendesah, semakin bersemangat aku dibuat-nya.
Kini bibir-ku turun ke daerah payudara Karen. Aku cium, jilat puting kanan Karen sambil meremas-remas payudara sebelah kiri-nya. Payudara Karen begitu kenyal dan padat. Karena saking gemes-nya dengan kekenyalan dan kepadatan payudara Karen, terkadang aku gigit lembut puting-nya, dan itu malah membuat Karen semakin tidak karuan. Bergantian aku cium, jilat, dan kadang hisap puting Karen yang sebelah kanan dan kiri. Kali ini Karen hanya bisa mendesah, dan tidak jarang nama-ku disebut oleh-nya. Yang aku herankan, kenapa nama-ku selalu saja disebut di bawah alam sadar-nya. Terus terang aku sedikit kuatir kalo saja nama pacar-nya dengan tidak sengaja dia sebut, itu bisa membuat aku ‘turned off’. Tapi Karen tidak pernah menyebut sekalipun nama pacar-nya sewaktu aku beri rangsangan ini.
Sekarang bibir-ku semakin turun ke bawah menuju perut-nya yang rata. Kulihat belly button-nya yang bersih, aku cium daerah perut Karen. Tapi kali ini aku mendapat sedikit perlawanan.
“Geli kak Ditto, ngga enak. Jangan ciumin perut Karen. Geli-nya bikin mules.”, pinta-nya kepada-ku.
“Kalo begitu, aku boleh buka celana Karen ngga?!”, tanya-ku.
“Buka saja, Karen milik kak Ditto malam ini.”, jawab-nya dengan tersenyum manja.
Tanpa basa-basi lagi, kutarik celana tidur-nya dan kulempar ke sebelah ranjang-ku. Kulihat celana dalam Karen berwarna putih dengan pita kecil berwarna merah muda atau merah jambu. Cute sekali. Kedua paha Karen putih dan mulus, tapi tampak sedikit garis selulit di daerah pantat-nya. Kira-kira 2 atau 3 garis selulit yang tipis sekali. Tapi itu tidak mengurangi kecantikan paha mulus-nya.
Aku mulai menciumi kedua paha-nya dengan posisi disamping tubuh Karen, dan tangan kiri-ku meremas payudara-nya (kadang-kadang payurada-nya yang kanan, kadang yang kiri). Tiba-tiba timbul keinginan-ku untuk meraba celana dalam-nya. Jari tengah tangan kanan-ku mencoba merasakan sesuatu dibalik celana dalam mungil-nya. Kuletakan jari itu pas di tengah posisi bibir kemaluan-nya. Kurasakan daerah itu mulai sedikit basah dan terasa lembab. Karen telah terbuai oleh napsu erotis-nya.
Kali ini, aku sudah semakin berani. Dengan segera kulepaskan celana dalam Karen, dan yes … kuliat bulu pubis Karen yang halus, dan labia mayora-nya. Darah-ku semakin naik ke ubun-ubun. Seperti biasa-nya, secara reflek bak magnet muka-ku kedekatkan di daerah kemaluan-nya, dan ingin aku jilat daerah kemaluan-nya, terutama di clitoris-nya.
Tiba-tiba Karen tersadar, dan mendorong lembut wajah-ku dari daerah selangkangan-nya.
“Jangan kak Ditto, jijik.”, kata-nya.
“Lho, emang Karen jijik kalo aku jilatin daerah itu?”, tanya-ku heran.
“Ngga juga, tapi Karen ngga pengen kak Ditto merasa jijik dengan memek Karen.”, jawab-nya.
“Heh?! Jadi pacar Karen ngga pernah jilatin daerah itu buat Karen?”, tanya-ku penasaran.
“Ngga pernah, dan dia juga kayak-nya jijik deh.”, jawab-nya singkat.
“Trus Karen pernah ngga ‘datang’ atau itu loh istilah-nya orgasme sewaktu oral sex atau sewaktu di warming up?”, tanya-ku lagi.
“Hmm…ngga tau deh! Biasa-nya kalo Karen dah terangsang dan basah, dia langsung masukin titit-nya.”, kata-nya.
“Karen, trust me, I will make you fly in heaven.”, kata-ku singkat.
Tanpa basa-basi lagi, kudekatkan wajahku kembali ke daerah selangkangan-nya, dan mulai menjilati daerah clitoris-nya.
Kali ini tubuh tersendak hebat seperti terkena setrum tegangan tinggi. Karen menjerit nama-ku dengan kencang, dan
aku kaget dibuat-nya. Dengan segera aku hentikan aksi-ku dan segera bertanya kepada-nya.
“Kenapa Karen?! Sakit yah?! Sorry, sorry, I’ll stop now!”, kata-ku.
“Bukan kak Ditto, yang tadi itu gila geli banget. Karen ngga pernah merasa geli sehebat itu tadi, maka-nya Karen langsung kaget. Sorry Karen bikin kak Ditto kaget juga.”, jawab-nya sambil tersenyum malu.
“Jadi mau-nya diterusin atau ngga?!”, tanya-ku lagi.
Karen hanya menjulurkan setengah lidah-nya, dan tersenyum malu. Menurut-ku itu adalah tanda ‘iya’ atau ‘silahkan’.
Kembali kudekatkan wajahku dan menjilati daerah clitoris dan kadang bagian labia minora-nya. Tapi kayak-nya Karen paling suka di daerah clitoris-nya. Karen sudah seperti cacing kepanasan dan meremas bantal dan selimut di sekitar-nya. Kali ini desahan Karen mulai menjadi teriakan yang dasyat. Tidak berhenti-hentinya dia menjerit nama-ku dan mengeluh nikmat. Dapat kurasakan tubuh dan kaki-nya kini mulai menegang.
“Kak Ditto, Karen kayak-nya mau dapet nih. Kak Ditto…kak Ditto…”, kata-nya terputus-putus bersamaan dengan napas-nya yang terengah-engah.
Aku semakin mempercepat gerakan lidah-ku di bagian clitoris-nya, dan menggeleng-gelengkan kepala-ku agar membantu percepatan jilatan lidah-ku. Tidak mencapai 1 menit kemudian, Karen menjerit kalo dia akan segera datang sampai pada akhir-nya Karen berteriak keras dan cepat-cepat saja dia tutup mulut-nya dengan kedua tangan-nya agar suara-nya jeritan-nya terendam kedua tangan-nya. Karen telah mencapai klimak pertama-nya, dan aku segera menghentikan jilatan-ku. Kemaluan Karen basah oleh cairan dari vagina-nya bercampur dengan air liur-ku.
Karen masih menutup mulut-nya dengan kedua tangan-nya dengan napas yang terengah-engah. Kupandang wajah-nya sejenak, dan mata kami saling beradu. Karen tersenyum malu, dan cepat-cepat menyembunyikan wajah-nya di balik selimut. Aku beranjak dari tempat tidur, mengambil tissue kering dan mengelap bibir-ku yang basah oleh air liurku sendiri. Aku mengambil tissue lagi, dan kemudian mengelap bagian selangkangan Karen yang basah.
Aku membuka selimut itu, dan kuliat wajah Karen yang malu-malu. Aku dibikin gemas oleh kelakuan-nya.
“Karen suka tadi dibegituin?”, tanya-ku.
“Dibegituin apa sih?!”, jawab-nya dengan malu-malu.
“Bagaimana, Karen? Did I take you to heaven just now?”, tanya-ku lagi.
Karen hanya bisa mengangguk dan tersenyum kembali.
Kemudian aku bertanya lagi, “Apa boleh sekarang mr happy masuk ke dalam?”.
Karen mengangguk tanda mengiyakan, dan kemudian bertanya, “Dedek kak Ditto mau Karen bangunin dulu ngga?”.
“Hmm…not necessary deh. Next time aja. Sekarang dah bangun sendiri kok.”, jawab-ku malu-malu.
“Excuse me? Next time? Kak Ditto pe-de nih. Karen ngga janji ada next time loh.”, canda-nya lagi sambil mencubit lembut lengan-ku. www.bennyx.wap.sh Aku membuka celana bersama celana dalam-ku, dan menuju lemari baju mencari condom. Aku masih ingat kalo aku masih ada beberapa condom di lemari.
Karen mengerti dengan apa yang aku cari, kemudian dia berkata kepadaku, “Kak Ditto ngga perlu pake condom. Karen pake kontrasepsi yang dijamin kak Ditto tidak membutuhkan condom lagi.”.
“Karen yakin kak Ditto juga ngga suka pake condom kan?! Karen pun sama. Maka-nya Karen pake method lain.”, sambung-nya lagi.
“Emang Karen pake apa? Minum pil atau apa?”, tanya-ku penasaran.
“Kak Ditto mau tau aja. Rahasia wanita dong ini.”, kata-nya lagi penuh misteri.
“Please, kasih tau dong. Jadi bikin penasaran aja Karen.”, mohon-ku.
“Ok ok, kak Ditto jangan panik begitu dong.”, canda-nya sambil tertawa kecil.
“Karen pake method Diaphragm, tunggu bentar yah Karen mau pasang dulu.”, sambung-nya.
Kulihat Karen masuk ke kamar-nya, dan kemudian segera ke kamar mandi. Aku mendengar seakan-akan Karen sedang mencuci sesuatu. Aku tidak tau apa yang sedang Karen perbuat sewaktu di kamar mandi, sampai pada akhir-nya Karen pernah menjelaskan kepadaku bahwa dia harus mencuci tangan terlebih dahulu sebelum memasukkan Diaphragm ke dalam vagina-nya (for hygenic reason). Pernah sekali Karen mendemonstrasikan pemakaian Diaphragm kepadaku. Sungguh alat yang unik. Lentur seperti silicon. Biasa-nya Diaphragm harus dipasang dahulu sebelum melakukan hubungan seks, tapi malam itu Karen tidak menyangka akan melakukan hubungan seks dengan-ku. Dia pikir pacar-nya tidak menginap malam itu, jadi what is the point pake Diaphragm juga.
Tidak lama kemudian Karen kembali dari kamar mandi dan segera kembali ke kamar-ku lagi. Posisi-ku sudah terlanjang bulat menunggu kedatangan Karen. Tidak aku sangka malam ini adalah malam pertama aku bercinta dengan Karen.
Karen mendekatiku dan berkata, “Hallo mr happy, kamu kok belum mengeras. Mau Karen elus-elus ngga?!”.
Aku hanya bisa tertawa kecil dibuat-nya.
Tanpa basa-basi Karen mengulum penis-ku. Tidak kusangka Karen pandai sekali dalam memberikan blowjob.
Penisku telah mengeras kembali seperti kayu rotan. Karen menanyakan posisi apa yang paling aku sukai. Aku bilang kepada-nya bahwa aku paling suka Man on Top.
Karen tersenyum dan kemudian merebahkan diri-nya di atas ranjang-ku. Seolah-olah tanpa dimandor, Karen memegang penis-ku yang telah mengeras dan menuntun-nya masuk ke dalam memek-nya. Pelan-pelan aku tekan ke dalam, sampai aku merasa memek-nya benar-benar basah. Setelah memek-nya basah, aku dorong penis-ku sedikit keras ke dalam memek-nya sampai totally masuk ke dalam.
Nikmat sekali rasa-nya. Bersenggama tanpa memakai condom adalah sesuatu yang paling aku suka. Dulu sewaktu dengan Lisa, aku biasa-nya tidak memakai condom dengan memakai system penanggalan. Tapi kali ini aku tidak perlu mengkuatirkan masalah penanggalan tersebut. Karen jauh lebih prepare daripada aku.
“Kak Ditto, Karen sayang banget ama kak Ditto. I am … yours … trully yours tonight!”, bisik Karen sambil terengah-engah.
Aku dibuat-nya semakin bernapsu. Sambil pinggul dan pantat-ku bergerak naik turun seakan-akan memompa tubuh-nya. Suara gesekan penis-ku dan memek-nya yang basah terdengar merdu di telingaku bersamaan dengan desahan napsu Karen yang membuatku semakin bernapsu saja.
“Karen, aku juga sayang Karen. I hope Karen enjoy dengan mr happy.”, kata-ku terengah-engah.
“Suka banget…Karen suka banget.”, jawab-nya terengah-engah.
Memek Karen terasa basah sekali dan gesekan penis-ku terasa licin sekali. Punggung-ku dan leher-ku mulai berkeringat. Melihat hal itu, Karen bertambah semangat dan kedua tangan-nya menjambak lembut rambut-ku.
“Kak Ditto…Karen mau datang nih…dorong terus kak Ditto, pleaseee!”, suara Karen yang mulai meracau.
Aku semakin mempercepat dorongan dan goyangan pantat-ku, sampai akhir-nya Karen mendesah panjang dan meremas bantal.
Aku diam sejenak, membiarkan mengatur napas-nya kembali. Kukecup pipi kiri-nya, dan kemudian mencium bibir-nya.
“You are great, kak Ditto. I am so so happy!”, kata Karen sambil tersenyum. Kedua pipi mulai tambah kemerahan. Seperti-nya semua darah-nya terkumpul di kepala.
“I am happy too, Karen. Let us finish this for tonight!”, jawabku sambil mencium bibir-nya lagi.
Kali ini Karen mengambil posisi diatas. Karen keliatan-nya kasihan melihat tubuh-ku basah kuyup oleh keringat. Karen menuntun penis-ku yang masih basah oleh cairan memek-nya ke arah memek-nya. Perlahan-lahan dia mendorong ke bawah, dan dalam seketika amblas-lah penis-ku masuk ke dalam memek-nya.
Karen memaju-mundurkan pinggul-nya dan terkadang-kadang membungkuk sedikit untuk bisa mencium bibirku. Gerakan-nya semakin cepat, dan napas-nya kembali terengah-engah. Hampir 10 menit kemudian Karen memelukku erat-erat dan mendesah panjang, seperti sebelum-nya.
“Ahhh…Karen datang lagi. Kak Ditto sungguh jago sekali. Karen suka banget ama titit kak Ditto. Geli sekali”, kata Karen terengah-engah.
“Kak Ditto, Karen bakalan sering minta begini terus ama kak Ditto. Boleh kan?!”, kata-nya memohon.
“Whenever and wherever you want, Karen. I am always there for you.”, jawab-ku.
Karen kembali tersenyum, dan berkata kepadaku, “Kini saat-nya Kak Ditto yang datang yah?!”.
Karen merebahkan tubuh-nya kembali ke ranjang. Kini aku mengambil missionary position, posisi favorite-ku untuk ejakulasi. Aku kembali memompa penis-ku ke dalam memek-nya yang semakin lama semakin basah rasa-nya. Karen tidak berhenti-hentinya mendesah dan berkata kalo dia akan segera datang.
Aku mulai merasakan penis-ku mulai menegang hebat, dan terasa ada sesuatu yang ingin mendesak keluar. Aku akan mencapai klimaks sebentar lagi.
“Karen, aku hampir keluar nih. Aku keluarin di luar atau di dalam?”, tanya-ku buru-buru.
“Terserah kak Ditto … keluarin di luar atau di dalam … mana yang paling kak Ditto suka.”, jawab-nya dengan napas terengah-engah.
“Kalo begitu aku keluarin di dalam yah?! Aman kan?!”, tanya-ku penasaran.
“Dijamin aman kak Ditto. Karen dah pake Diaphragm kok. Pasti aman. Emang dah mau dapet kak Ditto?!”, tanya-nya lagi.
“Bentar lagi Karen … bentar lagi…”, jawab-ku.
“Dateng sama-sama Karen yah kak Ditto?!”, pinta-nya.
“Ok ok … siap-siap Karen, ngga lama lagi!”, jawab-ku singkat.
Kini kupercepat goyangan pinggul dan pantat-ku. Percepatan gesekan penis-ku bersama memek-nya membuat-ku mencapai klimaks. Kurasakan penis-ku mengeras dan akhir-nya aku mencapai klimaks-ku dan mengalami ejakulasi.
“Karennn … I am coming …”, kata-ku sambil penis-ku menyemprotkan sperma-nya ke dalam memek Karen dan membasahi liang-liang memek-nya. Aku tidak tau ada berapa kali semprotan yang aku berikan dari penis-ku.
Kedua paha Karen menjepit pantat-ku dan mendorong-nya agar penis-ku tertanam dalam di dalam memek-nya. Seperti-nya Karen ingin mengeluarkan semua isi sperma-ku ke dalam memek-nya.
“Kak Ditto … enak banget … sperma kak Ditto hangat. Thank you!!!”, kata-nya sambil menciumi kening-ku yang penuh keringat.
Kami saling berpelukan sambil penis-ku yang masih tertanam di dalam memek-nya, dan mulai melemas. Aku dan Karen mulai mengatur napas kami kembali.
“I must conclude that our friendship is ruined.”, kata-ku.
“Yup, and welcome to a new intimate relationship.”, jawab Karen.
Kami berdua saling tertawa.
“So there will be a ‘next-time’”, canda-ku lagi.
“Maybe … “, jawab Karen sambil tersenyum.
“Karen hebat sekali dalam bercinta, aku kagum.”, kata-ku memuji.
“Kak Ditto juga jago, dan juga sperma kak Ditto kok buanyak banget yah. Karen harus double protection nih, ntar kecolongan lagi. Memek Karen dah penuh nih, kayak-nya ntar lagi mau tumpah deh.”, kata-nya.
“Aku cabut yah mr happy sekarang?!”, tanya-ku.
“Tolong ambilin Karen tissue dong, in case waktu kak Ditto cabut ikutan tumpah nih sperma-nya.”, jawab-nya.
Aku cabut penis-ku pelan-pelan dari memek-nya, dan ternyata benar kata Karen, sperma-ku banyak sekali di sana dan mulai sedikit tumpah. Cepat-cepat Karen menutup-nya dengan tissue dan menuju ke kamar mandi. Terdengar suara air shower dari kamar mandi. Aku beranjak dari tempat tidur dan melihat apa yang sedang Karen perbuat. Tampak Karen sedang mencuci memek-nya dan menyabuni-nya. Kami saling berpandang mata dan saling senyum. Sungguh manis senyum Karen. Karen meminta-ku untuk mencuci penis-ku juga. Aku turuti permintaan-nya, dan Karen menyabuni dan mencuci bersih penis-ku.
Kami kembali ke kamar dengan keadaan terlanjang. Aku biarkan heater oil itu tetap menyala biar kami tidak kedinginan. Kami sempat berciuman di atas ranjang, dan kini kupeluk Karen di dalam dada-ku.
“Thank you, Karen!”, kata-ku.
“Thank you juga kak Ditto!”, jawab-nya.
“Bagaimana dengan pacar Karen?! I feel sorry for him.”, kata-ku bingung.
Sambil menghela napas panjang, Karen berkata, “Karen juga tidak tau mau harus dengan dia sekarang. Karen sudah sedih memikirkan-nya. Dia seakan-akan cuman mementingkan diri-nya sendiri.”, kata-nya.
“Nanti kapan-kapan Karen ceritain ke kak Ditto deh. Sekarang Karen mau tidur dulu, sudah ngantuk berat nih.”, kata-nya lagi.
Dikecup sekali lagi bibir-ku, dan Karen kembali ke dalam pelukan-ku. Kami berpelukan sampai tertidur pulas.
Sejak saat itu, aku menganggap Karen menjadi pacar-ku sendiri. Dan banyak kisah-kisah yang kami alami di mana itu masa-masa sulit bagi kami. Sampai sekarang ini hanya beberapa orang saja yang mengetahui hubungan kami, dan kami berusaha menyimpan rahasia ini sampai nanti tepat waktu-nya.